Rabu, 07 Agustus 2019

FENOMENA PUBLIC DISPLAY OF AFFECTION (PDA) DIKALANGAN REMAJA


”Bu, saya risih deh dengan teman sekelas saya. Mereka keterlaluan banget, pegang-pegangan tangan, pegang pipi pacarnya, kalo pas pulang sekolah selalu boncengan, iihh…pokoknya ndak tau malu deh”
– seorang siswa putri yang datang ke ruang BK untuk curhat –

Fenomena seperti ilustrasi di atas sudah sangat sering kita jumpai dimasa sekarang ini. Hal tersebut dikenal dengan istilah Public Display of Affection. PDA atau Public Display of Affection adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang menunjukkan ikatan dengan orang lain dengan cara demonstrasi fisik dari hubungan antar pasangan di mana ada orang lain yang melihatnya. Mulai dari bergandengan tangan, berpelukan, cium tangan/kening/pipi, bahkan sampai melakukan hal yang lebih dari itu. Dan itu semua dilakukan tanpa sungkan atau risih di depan umum.
Apakah melakukan PDA atau Public Display of Affection itu merupakan hal yang negatif?
Sebenarnya bermesraan merupakan hak setiap individu, namun itu semua juga perlu memperhatikan konteks tempat dan waktu. Karena setiap Negara memiliki budaya yang berbeda-beda, terlebih lagi di Indonesia yang masih memegang teguh budaya ketimuran.
Saat ini, PDA atau Public Display of Affection tidak hanya dilakukan oleh pasangan dewasa atau yang sudah menikah/sah saja. Tetapi sudah merambah dikalangan remaja.  Dimana mereka para remaja saat ini, cenderung berani menunjukkan atau menggumbar kemesraan mereka dengan pasangannya di depan umum.
Iyaaa…, fenomena remaja bermesraan di depan umum di Indonesia sudah bukan hal yang  tabu  lagi pada saat ini, ditambah lagi dengan kondisi  zaman dimana kemajuan teknologi serta kemampuan para remaja menguasai teknologi tersebut. Remaja saat ini merupakan generasi milenia, yaitu generasi yang sejak lahir telah disuguhkan dengan berbagai perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang semakin canggih.
Bagi mereka, berpacaran dapat dikatakan sebagai hal yang ”wajib” dilakukan. Sebagian besar dari mereka, beranggapan bahwa dalam berpacaran adalah hal yang biasa jika mereka melakukan kemesraan seperti bermanja-manja, bergandengan tangan, berpelukan, cium pipi, dan lain sebagainya. Dan lebih parahnya adalah ketika kemesraan yang remaja lakukan kemudian diabadikan dalam sebuah gambar atau video, kemudian diunggah dalam sosial media yang mereka miliki dan pada akhirnya dinikmati oleh semua orang diseluruh dunia.
Banyak sosial media yang sering dijadikan remaja sebagai salah satu media bagi mereka untuk memamerkan kemesraan mereka. Sebut saja facebook, twitter, bbm, line, instagram, snapchat, path, dan masih banyak lainnya.
Masih jelas dalam ingatan kita, tentang anak  SD yang mengunggah foto kemesraan di ranjang dengan pacarnya yang disinyalir juga merupakan remaja dibawah umur. Yang pada saat itu sempat menjadi tranding topic disosial media karena menggegerkan dunia pendidikan pada khususnya. Bagaimana mungkin anak seusia mereka (SD) berani secara vulgar melakukan hal yang seharusnya hanya dilakukan oleh orang dewasa yang sudah menikah/sah. Banyak pertanyaan yang dilontarkan akibat tersebarnya foto tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa banyak juga terjadi hal-hal serupa yang dilakukan remaja lainnya yang lepas kontrol dari kita sebagai orang dewasa disekitar mereka.

Tingkat PDA atau Public Display of Affection
Tiga tingkatan PDA yang mulai banyak ditemui di Indonesia, diantaranya :
PDA ringan : di tingkat ini, PDA sudah mulai dianggap wajar dan bahkan seringkali dikagumi. Bentuknya se-simple pegangan tangan atau sesekali rangkulan waktu jalan bareng. Sering dipraktikkan waktu nge-date, tipe pasangan di tingkat ini juga sering mengunggah momen mesra di media sosial mereka.
PDA tinggi : di tingkat selanjutnya, PDA sudah mulai terlihat lebih intim. Ciri PDA tinggi ini seperti berciuman di depan umum, baik terlihat orang langsung atau sengaja diunggah dalam sosial media. Umumnya dilakukan oleh mereka yang pergaulannya sudah lebih bebas dan mereka merasa cuek dengan komentar negatif tentang perbuatan mereka.
PDA parah : PDA tingkat ini sudah terbilang bahaya dan biasanya sudah dianggap sebagai penyakit masyarakat. Bentuknya seperti mesum dan sudah menjurus ke seks. (dikutip dari https://zetizen.com/show/1997/public-display-of-affection-gimana-sih-efeknya-di-kehidupan-sosialmu, diakses pada 27 September 2017 pukul 23:13 WIB)

Dan konon PDA tidak hanya berupa aktifitas fisik saja, kata-kata, gambar pun sekarang ini sudah menggejala menjadi PDA. Apalagi di zaman media sosial seperti sekarang ini. Beberapa kita temukan, dimedia sosial, misal kita ambil contoh facebook, instagram dan beberapa sejenisnya. Banyak para remaja memberikan nama akun sosial media mereka dengan kata ”yayangnya si anu” , atau nama-nama alay yang merupakan gabungan antara nama pemilik akun dan nama pacar atau pasangan mereka.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa remaja tingkat SMP khususnya, tentang fenomena PDA dikalangan remaja. Didapatkan kesimpulan tentang alasan mengapa PDA terjadi, berikut diantaranya :
ü cari like atau perhatian
ü cari follower
ü pamer
ü ingin membuat cemburu sang mantan (pacar lama)
ü ingin mengabadikan momen tersebut
ü wujud perhatian
ü sebagai tanda/bukti rasa sayang
Apapun alasan terjadinya PDA ini, Seeking attention kah?, Make a mark kah?, atau sekedar peneguhan bahwa ”You’re mine and I’m yours”. Jika dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak akan berbeda makna. Karena hal tersebut akan menjerumuskan mereka kearah yang negatif.
Maka disinilah peran kita sebagai orang dewasa disekitar mereka, anak-anak atau remaja kita. Perlunya kontrol yang kontinu agar fenomena PDA yang saat ini semakin marak dikalangan remaja dapat diminimalisir. (niiswa)


J J J  terima kasih J J J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar